Rabu, 21 September 2011

MYRIAPODA

Ciri-ciri Myriopoda
 Tubuh terdiri atas kepala (chepalo) dan perut (abdomen) tanpa dada (thoraks)
 Dibagian kepala terdapat satu pasang antena sebagai alat peraba dan sepasang mata tunggal (ocellus)
 Penambahan jumlah segmen terjadi pada setiap pergantian kulit
 Alat gerak pada kelompok hewan Chilopoda adalah satu pasang kaki di setiap segmen perut kaki, sedangkan pada
 Alat gerak pada kelompok hewan Diplopoda terdapat dua pasang kaki pada tiap segmen perut, kecuali segmen terakhirnya.

Klasifikasi / Sistematika
 Myriapoda terdiri atas 2 subkelas, yaitu:
1. Subkelas Chilopoda yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Mencakup berbagai macam lipan (kelabang) yang memiliki panjang hingga 26 cm
 Chilopoda memangsa hewan kecil dengan cara melumpuhkannya dengan gigi yang beracun.
 Tubuh agak gepeng,
 terdiri atas kepala dan badan yang beruas-ruas (15-173 ruas).
 Tiap ruas memiliki satu pasang kaki, kecuali ruas (segmen) di belakang kepala dan dua segmen terakhirnya.
 Pada segmen di belakang kepala terdapat satu pasang “taring bisa” (maksiliped)
 Maksiliped berfungsi untuk membunuh mangsanya.
 Pada kepala terdapat sepasang antena panjang yang terdiri atas 12 segmen, dua kelompok mata tunggal dan mulut.
 Hewan ini memangsa hewan kecil berupa insecta, mollusca, cacing dan binatang kecil lainnya, sehingga bersifat karnivora.
 Alat pencernaan makanannya sudah sempurna artinya dari mulut sampai
anus. Alat eksresi berupa dua buah saluran malphigi.
 Respirasi (pernafasan) dengan trakea yang bercabang-cabang dengan
lubang yang terbuka hampir pada setiap ruas.
 Habitat di bawah batu-batuan/timbunan tumbuhan yang telah membusuk.
Kelas ini sering disebut Sentipedes.
2. Subkelas Diplopoda yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Mencakup berbagai macam lengkibang (luing) / kaki seribu
 Diplopoda hidup di tempat-tempat lembab dan gelap
 Makanan hewan ini berupa sayur-mayur, vegetasi yang sudah mati atau lumut.
 Tubuh berbentuk silindris dan beruas-ruas (25 - 100 segmen) terdiriatas kepala dan badan.
 Setiap segmen (ruas) mempunyai dua pasang kaki, dantidak mempunyai “taring bisa” (maksiliped).
 Pada ruas ke tujuh, satu, ataukedua, kaki mengalami modifikasi sebagai organ kopulasi.
 Pada kepala terdapat sepasang antena yang pendek, dua kelompok mata
tunggal.
 Hidup di tempat yang lembab dan gelap dan banyak mengandung tumbuhan
yang telah membusuk.
 Respirasi dengan trakea yang tidak bercabang.
 Alat eksresi berupa dua buah saluran malphigi.

Habitat
 Hewan ini banyak dijumpai di daerah tropis dengan habitat di darat.
 Terutama di tempat yang banyak mengandung sampah, misalnya di kebun dan di bawah batu-batuan.

System Organ Myriapoda

System pernapasannya
 berupa satu pasang trakea berspirakel yang terletak di kanan kiri setiap ruas,
 kecuali pada Diplopoda terdapat dua pasang di tiap ruasnya.

System pencernaan
 saluran pencernaanya lengkap dan mempunyai kelenjar ludah.
 Chilopoda bersifat karnivor dengan gigi beracun pada segmen I,
 sedangkan Diplopoda bersifat herbivor, pemakan sampah atau daun-daunan.

System reproduksi
 secara seksual, yaitu dengan pertemuan ovum dan sperma (fertilasi internal).
 Myriapoda ada yang vivipar dan ada yang ovipar

Peranan Myriapoda Bagi Kehidupan Manusia
 Myriapoda dapat dikatakan tidak memberi keuntungan bagi kehidupan manusia.
 Bahkan ada beberapa yang dianggap mengganggu meski tidak membahayakan.
 Namun, Myriapoda ternyata mempunyai andil dalam memecah bahan-bahan organik atau serasah untuk membentuk humus.

Selasa, 20 September 2011

Aanthal Trombosit

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata.

Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit).

Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.

Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit

Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan.

Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.

Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik.

Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah palsu.

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menghambat agregasi trombosit.


Metode langsung (Rees Ecker)

Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang tidak merata.


Metode fase-kontras

Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.

Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.


Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah

Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.


Metode tidak langsung

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.

Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.

Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan apus dilakukan dalam 10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis). Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah 100.000 per mmk, penghitungan trombosit dianjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode lain cukup erat.


Hitung Trombosit Otomatis

Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan sewaktu pemrosesan atau apabila trombosit saling melekat.


Masalah Klinis

* PENURUNAN JUMLAH : ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), anemia aplastik, penyakit hati (sirosis, hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut. Pengaruh obat : antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin (salisilat), quinidin, quinine, asetazolamid (Diamox), amidopirin, diuretik tiazid, meprobamat (Equanil), fenilbutazon (Butazolidin), tolbutamid (Orinase), injeksi vaksin, agen kemoterapeutik.
*

PENINGKATAN JUMLAH : Polisitemia vera, trauma (fraktur, pembedahan), paskasplenektomi, karsinoma metastatic, embolisme pulmonary, dataran tinggi, tuberculosis, retikulositosis, latihan fisik berat. Pengaruh obat : epinefrin (adrenalin)


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

* Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
*

Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
*

Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,
*

Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
*

Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
*

Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :

o Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
o

Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
*

Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit


Bahan Bacaan :

1. Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
2. Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
3. Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone, New York.
4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, 1995, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta.
5. Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam : Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Ratnaningsih, T. dan Setyawati, 2003, Perbandingan Antara hitung Trombosit Metode Langsung dan Tidak Langsung Pada Trombositopenia, Berkala Kesehatan Klinik, Vol. IX, No. 1, Juni 2003, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
7. Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
8. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
9. Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132.
10. Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta.

Serial Dilution ( Pemeriksaan Angka Kuman )

Serial Dilution adalah pengenceran bertahap dari suatu zat dalam larutan.Pemeriksaan angka kuman terdapat dua metode, metode tuang dan metode sebaran / taburan. Metode tuang dengan prinsip kuman yang berada dalam sample dengan tingkat pengenceran tertentu dicampur secara merata dengan media universal pada suhu tertentu dan kuman yang berada dipermukaan akan tumbuh sebagai koloni, sedangkan prinsip pada metode sebaran adalah kuman yang berada dalam sample dengan tingkat pengenceran tertentu disebarkan secara merata dengan media universal yang akan tumbuh sebagai koloni kuman pada suhu dan inkubasi tertentu. Sampel yang diambil berupa makanan, minuman atau bahan cairan yang lain.
Adapun langkah kerjanya :
- Pembuatan pengenceran sample, pengenceran disini bertujuan untuk mendapatkan jumlah koloni yang ideal yaitu antara 30 sampai 300 koloni
- Persiapan media,
- Penanaman,
- penghitungan jumlah koloni
Keuntungan:
- dapat menghitung jumlah koloni dengan pngenceran tertinggi
- menggunakan kontrol sehinggA hasil lebih baik
- dapat digunakan untuk sampel yang padat maupun cair
- menggunakan pengenceran berulang sehingga lebih teliti

Kerugian
- memerlukan banyak media
- memerlukan banyak waktu
- kemungkinan terkontaminasi besar