Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada
bahan pangan selain lemak dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino
yang mengandung unsure- unsure C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Molekul
protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein yang
mengandung tembaga ( Winarno, 1984 ). Protein sangat mudah mengalami perubahan
fisis maupun aktivitas biologis yang disebabkan oleh kandungan protein berupa
polipeptida dengan BM ( berat molekul ) yang beragam.
Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat
pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak
mudah rusak. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan
energi tubuh tidak dapat terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga
berperan dalam pengaturan proses dalam tubuh ( secara langsung maupun tidak
langsung ). Dengan cara mengatur zat-zat
pengatur proses dalam tubuh, protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam
jarngan dan pembuluh darah, yaitu dengan cara menimbulkan tekanan osmotik
koloid. Tekanan osmotic tersebut dapat menarik cairan jaringan kedalam pembuluh
darah. Selain itu, sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan
basa, dapat mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Protein dapat mengalami perubahan- perubahan yang disebabkan
oleh beberapa hal sebagai berikut:
1.
Dapat terdenaturasi yang disebabkan
oleh perlakuan pemanasan. Pada umumnya protein akan terdenaturasi karena adanya
kondisi ekstrim.
2.
Dapat terkoagulasi atau membentuk
endapan yang disebabkan oleh adanya perlakuan pengasaman.
3.
Dapat mengalami dekomposisi atau
pemecahan oleh enzim- enzim proteolitik.
4.
Dapat bereaksi dengan gula reduksi.
Reaksi tersebut akan menimbulkan terbentuknya warna cokelat.
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan
dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara
kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan
reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida
dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah
analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan
pangan. Analisi kuantitatif protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl,
metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret)
dan metode spektrofotometri UV.
Pada praktikum kali ini akan dilakukan penentuan kadar
protein dalam bahan pangan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Analisis protein
ini dapat menentukan tingkat kualitas protein apabila dipandang dari sudut gizi
serta menelaah protein yang merupakan salah satu bahan kimia secara biokimia,
fisiologis, reologis dan enzimatis.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan
komponen organic dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan
katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan
melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya
ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang
sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis
dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara
semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan
waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila
diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara
langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti
amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl digunakan untuk
menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung,
karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka
konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25
berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16%
nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah
sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat
menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi
ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya
dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro.
1.
Cara makro
Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3
g
2.
Cara semimikro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil
baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak
terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa
purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina
ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara
ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar
protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses
destilasi dan tahap titrasi.
1.
Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya.
Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O.
Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih
juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
H
destruksi
R-C-COOH
NH3 + CO2
+ H2O
NH2
H2SO4
Asam amino CuSO4
(protein)
Na2SO4
NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4
Hasil Destruksi
2.
Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat
dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis
dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat
ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar
supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
(NH4)2SO4
+
NaOH
NH3 + H2O
+ Na2SO4
NH3 +
HCl 0,1 N
NH4Cl
Berlebihan
3.
Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan
asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi
dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan
warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan
indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1
N
NaCl + H2O
Kelebihan
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel
× N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan
asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat
diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG
+ MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi
merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat
dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel
× N. HCl × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar
proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi
protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu
bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi
Nilai faktor konversi berbeda tergantung sampel:
1.
Sereal
5,7
2.
Roti
5,7
3.
Sirup
6,25
4.
Biji-bijian
6,25
5.
Buah
6,25
6.
Beras
5,95
7.
Susu
6,38
8.
Kelapa
5,20
9.
Kacang
Tanah 5,46
Sumber Pustaka:
Winarno, F. G.,
1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Penerbit Gramedia: Jakarta.
Arsyad,M,Natsir,2001, KAMUS KIMIA ARTI DAN PENJELASAN
ISTILAH, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Anonymous,2009,
ANALISA PROTEIN, http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/
Anonymous,2009,
KJELDAHL,
http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html
Anonymous,2009, ANALISA PROTEIN, http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www-unix.oit.umass.edu/~mcclemen/581Proteins.html
Anonymous,2009, PROSEDUR ANALISA
LABOTARIUM, damandiri.or.id/file/muhamadjuraidwatiheluwipblampiran.pdf
Fatmawaty,2009, KJELDAHL, http://www.turbovista.com/quantitative-analysis.php.htm,