Kamis, 05 Mei 2011

Trematoda paru.


TREMATODA PARU
Paragonimus westermani


Hospes dan Nama penyakit
Manusia dan binatang pemakan ketam/udang batu seperti kucing, anjing, musang, harimau, serigala dan lain-lain merupakan hospes parasit ini.

Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Jepang, Korea, Filipina, Thailand, India, Malaysia, Afrika, Amerika Latin dan Vietnam. Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan pada manusia hanya paad kasus impor saja.

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong menyerupai biji kopi, dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap perut hampir mirip dengan batil isap mulut. Testis berlobus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak dibelakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan operkulum agak tertekan kedalam. Telur keluar bersama tinja atau suptum, dan berisi sel telur.
Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari, lalu menetas. Mirasidium mencari keong air dan dalam keong air tejadi perkembangan:
M→S→R1→R2→SK
Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II, yaitu ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya.
Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.

Dalam hospes definitif, metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk kerongga perut, menembus diafragma dan menuju keparu. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor di dalamnya.

Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

Pengobatan
Prazikuantel dan bitionol adalah obat pilihan.

Epidemiologi
Penyakit ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan ketam yang tidak dimasak dengan baik. Penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan cara masak ketam dan pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.

Trematoda usus

Trematoda usus yang berperan dalam ilmu kedokteran adalah dari keluarga Fasciolidae, Echinostomatidae dan Heterophydae. Dalam daur hidup termatoda usus tersebut, seperti pada trematoda lain, diperlukan keong sebagai hospes perantara I, tempat mirasidium menjadi sporokista, berlanjut menjadi redia dan serkaria. Serkaria yang dibentuk dari redia, kemudian melepaskan diri untuk keluar dari tubuh keong dan berenang bebas dalam air. Tujuan akhir serkaria tersebut adalah hospes perantara II, yang dapat berupa keong jenis lain yang lebih besar, beberapa jenis ikan air tawar, atau tunbuh-tunbuhan air.\
Manusia mendapat penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara II yang tidak dimasak sampai matang.

Keluarga Fasciolidae
Sejarah
Cacing trematoda Fasciolopisis buski adalah suatu trematoda yang didapatkan pada manusia atau hewan. Trematoda tersebut memiliki ukuran terbesar diantara trematoda lain yang ditemukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Busk (1843) pada autopsi seorang pelaut yang meninggal di London.

Hospes dan Nama penyakit
Kecuali manusia dan babi yang menjadi hospes definitive cacing tersebut, hewan lain seperti kucing, anjing dan kelinsi juga dapat dihinggapi. Penyakit yang disebabkannya disebut fasiolopsiasis.

Distribusi Geografik
Fasciolopsis buski adalah cacing trematoda yang sering ditemukan pada manusia dan babi di RRC. Cacing ini juga dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Vietnam, Thailand, India dan Indonesia.

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5 cm dan lebar 0,8-2,0 cm. Bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang. Duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus. Batil isap kepala berukuran kira-kira seperempat ukuran batil isap perut. Saluran pencernaan terdiri dari perifaring yang pendek,faring yang menggelembung, esofagus yang pendek, serta sepasang sekum yang tidak bercabang dengan dua identasi yang khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya agak tandem di bagian poterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari sekum, meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai keujung badan. Ovarium bentuknya agak bulat. Uterus berpangkal pada ootip, berkelok-kelok ke arah anterior badan cacing, untuk bermuara pada atrium genital, pada sisi anterior batil isap perut.
Telur berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuah operkulum yang nyaris terlihat pada sebuah kutubnya, berukuran panjang 130-140 mikron dan lebar 80-85 mikron. Setiap ekor cacing dapat mengeluarkan 15000-48000 butir telur sehari. Telur-telur tersebut dalam air bersuhu 27°-32°C, menetas setelah 3 sampai 7 minggu. Mirasidium yang bersilia keluar dari telur yang menetas, berenang bebas dalam air untuk masuk ke dalam tubh hospes perantara I yang sesuai. Biasanya hospes perantara I tersebut adalah keong air tawar, seperti genus segmentia,Hippeutis, dan Gyraulus. Dalam keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke daerah jantung dan hati keong. Bila sporokista matang, menjadi koyak dan melepaskan banyak redia induk. Dalam redia induk dibentuk banyak redia anak, yang pada gilirannya membentuk serkaria.

Serkaria, seperti mirasidium, dapat berenag bebas dalam air, berbentuk seperti kecebong, ekornya lurus dan meruncing pada ujungnya, berukuran kira-kira 500 mikron dengan badan agak bulat berukuran 195 mikron X 145 mikron. Badan serkaria ini mirip cacing dewasa yaitu mempunyai batil isap kepala dan batil isap perut. Mirasidium atau serkaria yang dalam batas waktu tertentu belum menemukan hospes, akan punah sendiri. Serkaria dapa berenang dengan ekornya, atau merayap dengan menggunakan batil isap. Serkaria tidak memiliki kecenderungan untuk memilih tumbuh-tumbuhan tertentu untuk tumbuh menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Tumbuh-tumbuhan yang banyak dihinggapi metaserkaria adalah Trapa, Eliocharis, Eichornia dan Zizania. Tumbuh-tumbuhan seperti Nymphoea lotus dan Ipomeea juga dihinggapi metaserkaria. Bila seorang memakan tumbuhan air yang mengandung metaserkaria tanpa dimasak sampai matang, maka dalam waktu 25-30 hari metaserkaria tumbuh menjadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan ditemukan telurnya dalam tinja.

Patologi dan Gejala Klinis
Cacing dewasa Fasciolopsis buski , melekat dengan perantaraaan batil isap perutnya pada mukosa dinding halus seperti duodenum dan yeyunum. Cacing ini memakan isi usus, maupun permukaan mukosa usus. Pada tempat pelekatan cacing tersebut, terdapat peradangan, tukak (ulkus), maupun abses. Apabila terjadi erosi kapiler pada tempat tersebut, maka tinbul pendarahan. Cacing dalam jumlah besar dapat menyebabkan sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut. Pada infeksi berat, gejala intoksikasi dan sensitisasi oleh karena metabolit cacing lebih menonjol, seperti edema pada muka, dinding perut dan tungkai bawah. Kematiaan dapat terjadi karena keadaan merana (exhaustion) atau intoksikasi.
Gejala klinis yang dini pada akhir inkubasi, adalah diare dan nyeri ulu hati (epigastrium). Diare yang mulanya diselingi konstipasi, kemudian menjadi persisten. Warna tinja menjadi hijau kuning, berbau busuk dan berisi makanan yang tidak dicerna. Pada beberapa pasien, napsu makan cukup baik atau berlebihan, walaupun ada yang mengalami mual, muntah, atau tidak mempunyai selera; semua ini tergantung berat ringannya penyakit.

Diagnosis
Sering gejala klinis seperti diatas bila didapatkan disuatu daerah endemi, cukup untuk menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis; namun diagnosis pasti adalah dengan menemukan telur dalam tinja.
Morfologi telur Fascialopsis buski hendaknya dapat dibedakan dari telur cacing Fasciola hepatica, Gastrodiscoides hominis atau Echinochasmus perfiolatus.

Pengobatan
Obat yang efektif untuk cacing ini, adalah diklorofren, niklosamid, dan prazikuantel.

Prognosis
Penyakit fasiolopsiasis yang berat mungkin menyebabkan kematian, akan tetapi bila dilakukan pengobatan sedini mungkin, masih dapat memberi harapan untuk sembuh. Masalah yang penting adalah reinfeksi, yang sering terjadi pada penderita.

Epidemiologi
Infeksi pada manusia tergantung dari kebiasaan makan tumbuh-tumbuhan air yang mentah dan tidak dimasak sampai matang. Membudidayakan tumbu-tumbuhan air di daerah tercemar dengan kotoran manusia maupun babi, dapat menyebarluaskan penyakit tersebut. Kebiasaan defekasi, pembuangan kotoran ternak dan cara membudidiayakan tumbuh-tumbuhan air untuk dikonsumsi harus diubah atau diperbaiki, untuk mencegah meluasnya penyakitb fasiolopsiasis.
Fasiolopsiasis endemik di desa Sei Papuyu, Kalimantan Selatan. Prevalensinya 27,0%. Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 5-14 tahun, yaitu 56,8%,sedangkan pravelensi pada anak sekolah 79,1%. Survei 12 bulan setelah pengobatan menunjukan prevalensi yang tidak banyak berbeda karena kemungkinan terjadinya reinfeksi.

Keluarga Echinostomatidae
Sejarah

Cacing genus Echinostoma yang ditemukan oleh manusia kira-kiara 11 spesies atau lebih.
Garrison (1907) adalah sarjana yang pertama kali menemukan telur Echinostoma ilocanum pada narapidna pribumi di Filipina. Tubangui (1931), menemukan bahwa Rattus rattus norvegicus, merupakan hospes reservoar cacing tersebut. Chen (1934) meleporkan bahwa anjing setempat di Canton, RRC, dihinggapi cacing tersebut. Brug dan Tesch (1937), melaporkan spesies Echinostoma Lindoense pada manusia di Palu, Sulawesi Tengah, Bonne, Bras dan Lie Kian Joe (1948), menemukan Echinostoma ilocanum pada penderita sakit jiwa di Jawa.
Berbagai sarjana telah melaporkan, bahwa di Indonesia di temukan lima spesies cacing Echinostoma, yaitu: Echinostoma ilocanum, Echinostoma malayanum, Echinostoma lindoense, Echinostoma recurvatum dan Echinostoma revolutum.

Hospes dan Nama Penyakit

Hospes cacing keluarga Echinostomatidae sagat beraneka ragam, yaitu manusia, tikus, anjing, burung, ikan, dan lain-lain (poliksen). Penyakitnya disebut ekinostomiasis.

Distribusi Geografik

Ditemukan di Filipina, Cina, Indonesia dan India.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing Trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing trematoda lain, degan adanya cici-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara 37 buah sampai kira-kira 51 buah. Letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta samping batil isap kepala. Cacing tersebut berbentuk lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm hingga 13-15 mm Dan lebar 0,4-0,7 mm hingga 2,5-3,5 mm.
Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya bersusun tandem pada bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi 2/3 bdan cacing dan melanjut hingga bagian posterior. Cacing dewasa hidup dalam usus halus, mempunyai warna agak merah ke abu-abuan. Telur mempunyai operkulum, besarnya berkisar antara 103-137 x 59-75 mikron. Telu setelah 3 minggu dalam air, berisi tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur menetas, mirasidium keluar dan berenang bebas untuk hinggap pada hospes perantara I ynag berupa keong jenis kecil seperti genus Anisus, Gyraulus, Lymnaea, dan sebagainya.
Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokist, kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk serkaria. Serkaria yang pada suatu saat berjumlah banyak, dilepaskan ke dalam air oleh redia yang berada dalam keong. Serkaria ini kemudian hinggap pada hospes perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif. Hospes perantara II adalah jenis keong yang besar, seperti genus Vivipar, Bellamya, Pila atau Corbicula.
Ukuran besar cacing, jumlah duri-duri sirkumoral, bentuk testis, ukuran telur dan jenis hospes perantara, digunakan untuk mengidentifikasi spesies cacing.

Patologi dan Gejala Klinis

Biasanya cacing Echinostoma menyebabkan kerusakan ringan pada mukosa usus dan tidak menimbulkan gejala yang berarti. Infeksi berat menyebabkan timbulnya radang kataral pada dinding usus, atau ulserasi. Pada anak menimbulkan gejala diare, sakit perut, anemia dan edema.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja.

Pengobatan

Tetrakloroetolen adalah obat yang dianjurkan, akan tetapi penggunaan obat-obat baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.

Prognosis

Penderita biasanya tidak menunjukan gejala yang berat, dapat sembuh setelah pengobatan.

Epidemiologi

Keong sawah yang digunakan untuk konsumsi sebaiknya dimasak smpai matang, sebab bila tidak, metaserkaria dapat hidup dan tumbuh menjadi cacing dewasa.


Keluarga Heterophyidae
Sejarah

Cacing keluarga Heterophyidae adalah cacing trematoda kerdil, berukuran sangat kecil, hanya kurang lebih beberapa milimeter.
Cacing ini pertam kali ditemukan oleh Bilharz (1851) pada autopsi seorang Mesir di Kairo.

Hospes dan Nama Penyakit

Hospes cacing ini sangat banyak, umumnya makhluk pemakan ikan seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu.
Nama penyakitnya adalah heterofialisis.

Distribusi Geografik

Cacing ini ditemukan di Mesir, Turki, Jepang, Korea, RRC, Taiwan, Filipina, dan Indonesia.
Cacing dari keluarga Heterophyidae adalah: Heterophyes, Metagonimus yokogawai dan Haplorchis yokogawai.
Di Indonesia, Lie Kian Joe (1951) menemukan cacing Haplorchis yokogawai pada autopsi 3 orang mayat.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-1,7 mm ddan lebar antara 0,3-0,75 mm, kecuali genus Haplorchis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm. Di samping batil isap perut, ciri-ciri khas lain adalah, batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri belakang.
Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang agak bulat dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya sebelah lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok, letaknya di antara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda, mempunyai operkulum, berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium. Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus Pirenella, Cerithdia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil, Tilapia, Aphanius, Acanthogobius, Clarias dan lain-lain sebagai hospes perantara II. Dalam keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadi banyak redia induk, berlanjut menjadi banyak redia anak untuk pada gilirannya membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut dan masuk kedalam otot-ototnya untuk tumbuh menjadi metaserkaria.
Manusia mendapatkan infeksi karena makan daging ikan mentah, atau yang dimasak kuarang matang. Pada ikan genus Plectoglossus dan sejenisnya, metaserkaria tidak masuk ke dalam otot, akan tetapi hinggap di sisik dan siripnya.
Metaserkaria yang turut dimakan dengan daging mentah, tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 14 hari dan bertelur.

Patologi dan Gejala Klinis

Pada infeksi cacing keluarga Heterophyidae, biasanya stadium dewasa menyebabkan iritasi ringan pada usus halus, tetapi ada beberapa ekor cacing yang mungkin dapat menembus vilus usus. Telurnya dapat menembus masuk aliran getah bening dan menyangkut di katup-katup atau otot jantung dan mengakibatkan payah jantung. Kelainan ini terutama dilaporkan pada infeksi cacing Metagonimus dan Haplorchis yokogawai. Telur atau cacing dewasa dapat bersarang dijaringan otak dan menyebabkan kelainan disertai gejala-gejalanya. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas atau kolik dan diare berlendir, serta nyeri tekan pada perut.

Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur dalam tinja.

Pengobatan
Obat yang tepat untuk penyakit cacing ini, adalah prazikuantel.

Prognosis
Penyakit heterofiasis biasanya ringan dan tidak membahayakan, dapat diobati sampai sembuh.

Epidemiologi
Menusia, terutama pedagang ikan dan hewan seperti kucing, anjing dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit kucing tersebut. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh, dapat juga menyebabkan infeksi. Sebagai usaha untuk mencegah meluasnya infeksi cacing Heterophyidae kebiasaan makan ikan mentah harus dihindari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar